- 757 Kilogram Obat Medis Kadaluarsa Dimusnahkan di Bener Meriah
- Bupati Bener Meriah Kembali Lantik 25 Reje Kampung
- Relawan RAPI Meninggal Saat Jambore Nasional, Kepala BNPB Kirim Karangan Bunga
- Relawan Gugur dalam Tugas, Keluarga Besar RAPI Daerah Aceh Berduka
- Abuya Dukung Kepengurusan Baru HPBM Banda Aceh
- IPPEMATA Segera Gelar “14th IPPEMATA Festival Seni Gayo”
- Mahasiswa Asal Gayo Lues Terpilih Sebagai Presiden Mahasiswa Unsam Langsa
- Falgunari : Ketua DPRK BM Umroh dengan Dana Pribadi
- BNPB Launching Keluarga Tangguh Bencana (KATANA) di Aceh.
- RAPI ZWJ 0121 Bener Meriah Ucapkan Selamat Hari Relawan Internasional
- Kadis LHK Aceh Tengah Bantah Pernyataan Plt. Gubernur Aceh soal Izin Tambang
- Dihadapan Masa Aksi Kabag Ekonomi Pemkab Aceh Tengah Sebut Tambang Di Linge Adalah Anugerah
- BPJS Ketenaga Kerjaan Jalin Kerjasama dengan Pemkab Bener Meriah
- Putri Bener Meriah Berhasil Ukir Prestasi di Musabaqah Qiratul Kutub Provinsi Aceh
- Pemkab Bener Meriah Sosialisasi Pencegahan Pungli dengan Pendampingan Hukum Luar Biasa
- Masyarakat Bener Meriah Hanyut dalam Kajian Tasauf dan Alunan Zikir Akbar Rateb Seribee
- AWPF Suarakan Anti Kekerasan Terhadap Perempuan di Bener Meriah
- Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama Administrator dan Pengawas Bener Meriah Dilantik
- Pemkab Bener Meriah Gelar Upacara Peringatan HUT Korpri Ke 48 & HUT PGRI Ke 74
- Aktivis Perempuan Ajak Hapus Kekerasan, Pelecehan Pada Perempuan
Tari Sining Hampir Punah, Kini Muncul Di PKA 7
Banda Aceh | LintasGayo.com- Taru Sininh, adalah tarian sakral. Tarian ini hanya dipergunakan untuk raja. Tarian Sining terahir kali dipraktekan tahun 1942. Ketika itu dilangsungkan pendirian rumah adat untuk raja Syiah Utama dipinggiran Danau Lut Tawar, Aceh Tengah.
Memasuki masa penjajahan Jepang, tarian sakral ini dilarang untuk ditampilkan. Sining merupakan tarian yang harus memiliki keahlian khusus. Penarinya pemuka adat, dimainkan di atas tiang bara lintang rumah, dengan ketinggian 8 meter dari tanah.Tidak semua orang bisa memainkanya.
Setelah tahun 1942, tari ini tidak pernah lagi muncul kepermukaan. Karena tari itu “punah”, maka dilakukanlah penelitian. Kebetulan saksi hidup, Arifin Banta Cut, yang merupakan keturunan dari Raja Syiah Utama, masih sehat dan mampu memberikan keterangan.
Dosen Gajah Putih ini, saat itu berumur 10 tahun. Arifin Banta Cut berkesempatan menyaksikan bagaimana tari Sining itu dimainkan, ketika itu kakeknya dinobatkan menjadi Raja Syiah Utama pada tahun 1942. Mantan kepala BP7 Aceh Tengah ini, memberikan penjelasan detil tentang tari Sining.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Salman Yoga, Tari Sining itu kini dapat disaksikan publik. Gerakanya memang unik dan dimainkan di atas dulang ( bentuk bulat seperti tampah, terbuat dari kuningan dan tembaga, sering dipergunakan untuk meletakan kapur sirih, saat digelar pesta perkawinan dan sering diletakan di sisi kiri dan kanan pelaminan).
Gerakan tari Sining ini, menurut Salman, sesuai hasil penelitianya yang waktunya hanya tiga bulan atas ijin Menteri Kebudayaan, gerakanya berasal dari belibis langka. Wo dan punguk. ( Wo adalah sejenis belibis –itik, di hutan yang ukuranya lebih besar dari itik biasa, bulunya indah, berwarna warni, hitam mengkilat).
Gerakan yang bagaikan ada mistis itu, ahirnya tercipta kembali setelah Ana Kobath, seorang pelatih tari membantu penelitian ini. Peragaan tari itu dipraktekan dihadapan Arifin Bantu Cut (86 tahun), yang ketika dia kecil menyaksikan tarian itu. Saat tari itu sudah “sempurna”, untuk pertama kalinya setelah tahun 1942, kembali dimunculkan ke publik.
Tari Sining “menggegerkan” publik dan sempat menjadi perdebatan. Apalagi dimainkan di atas dulang. Paska tahun 1942, baru pada Januari 2018 tari itu kembali ditampilkan. Penampilan perdana paska nyaris punah ini, dilangsungkan saat penobatan Bupati dan wakil bupati Aceh Tengah (Shabela Abubakar- Firdaus), awal Januari 2018 di pendopo Aceh Tengah.
Lokasi tarinya bukan lagi di atas bara lintang, tiang rumah, yang ketinggianya 8 meter. Namun, diperagakan di atas dulang. Tari diatas dulang ini memunculkan banyak kritikan pada awalnya, karena dianggap tidak etis.
Menurut Salman, tari ini ada di atas dulang dan ada di atas bara lintang rumah. Untuk mendirikan rumah raja, saat dilakukan penaikan reje tiang (tiang utama rumah), tarian Sining ini harus dilakukan di atas bara lintang, yang ketinggianya 8 meter dari tanah. Tiang tempat menari ini ukuran lebarnya antara 10 sentimeter sampai 15 sentimeter.
Disanalah kemampuan penari diuji dan hanya bisa dilakukan oleh petua adat, dengan keahlian khusus, tidak semua orang dapat melakukanya. Sementara tarian dengan mempergunakan dulang sebagai wadah tempat berpijak dipergunakan untuk Nik ni Reje (penobatan raja) dan munirin reje (memandikan raja).
Memandikan raja dilakukan setahun sekali, ketika sang raja sudah melaporkan ke rakyatnya apa yang sudah diperbuat (Saat sekarang ini dalam bentuk Laporan pertanggungjawaban tahunan). Ketika laporan raja diterima, maka raja harus dimandikan ke air bersih, dan harus diiringi dengan tarian Sining.
“Memandikan raja ini agar sang raja kembali bersih dalam memimpin setahun ke depanya. Upacara khusus dilakukan, yang disaksikan para petua adat, tengku (ulama), serta raja raja lainya yang diundang,” sebut Arfin Banta Cut, seperti dikutip Salman kepada Media.
Karena gerakan tari Sining berasal dari dua hewan, Salman menjadikan dua penari untuk mengikuti gerakan Wo dan Unguk. Bagaimana halusnya gerakan Wo dan Unguk, yang dimainkan di atas dulang. Walau tidak 100 persen, persis benar seperti tari Sining pada tahun 1942, yang disebut sebut ada kekuatan magis di dalamnya, namun tari sining hasil penelitian ini sudah layak dinikmati publik.
Sementara itu, Joni, seorang Dosen Universitas Gajah Putih menambahkan, tari Sining di atas dulang juga dilakukan ketika memilih bakal calon raja. Dulangnya juga harus ada 7. Upacara sakral ini dilakukan dengan adat khusus.
Karena Tari Sining yang hampir punah itu, kini kembali muncul, Pemda Aceh Tengah sudah mendaftarkanya ke Kementrian Hukum dan HAM. Sudah dilakukan pengkajian dan seminar terhadap budaya tak benda ini untuk mendapatkan hak patenya, sebagai milik Gayo Lut.
“Benar sudah didaftarkan dan SK dari Kemenhum dan HAM sudah ada. Bahkan baru baru ini kita juga sudah mendapatkan sertifikat dari Menkumham tentang keni Gayo,” sebut Shabela Abubakar, ketika media keteranganya, Minggu (12/8/2018).
“Sukur alhamdulilah kalau sertifikat dari Kemenkumham sudah ada. Karena kami dari peneliti, kreografi dan tim penari sining belum melihat sertifikat dari Menkumham,” sebut Salman Yoga.
Kini tari yang hampir punah itu dimunculkan di PKA ke-7, pagelaranya akan dilangsungkan, Selasa (14/8) malam, di panggung utama Sri Ratu Syafiatuddin. “ Tari ini sengaja ditampilkan di PKA, agar publik mengetahui, bahwa dari Gayo itu ada tari yang berhubungan dengan raja,” sebut Uswatuddin ketua PKA Aceh Tengah, Minggu (12/8) di Banda Aceh.
Setelah setengah tahun tari Sining ini tampil perdana di Pendopo bupati Aceh Tengah, paska tahun 1942, saksi utama yang merupakan keturunan Reje Syiah Utama, menghembuskan nafas terahir. Arifin Banta Cut yang menyaksikan kakeknya dinobatkan sebagai raja dengan tarian Sining, pada 31 Juli 2018 menghadap Ilahi dengan usia 86 tahun.
Saksi mata itu sempat memberikan yang terbaik untuk daerahnya, dengan menghidupkan kembali Tari Sining, sebelum dia kembali ke Ilahi. Sosok pendidikan yang punya banyak ide ini, semasa hidupnya mengakui, paska pelarangan dari penjajah Jepang untuk tidak mengadakan upacara adat kerajaan, telah membuat kerajaan di Gayo hilang.
Kemudian memasuki masa Pemerintahan Indonesia, kerajan di Gayo sudah melebur dalam NKRI, dampaknya tari Sining tidak pernah lagi dipraktekan saat upacara resmi kerajaan. Kini tarian Sining yang hampir punah itu kembali dimunculkan agar tetap lestari. (Relis)
Comments
Related Posts
Latest News
-
Paya Ilang (37) Genderang “Perang” Sudah Ditabuh
Bagaikan mengurai benang kusut, sengketa tanah antara Pemda Aceh Tengah...
- Posted December 11, 2019
- 0
-
757 Kilogram Obat Medis Kadaluarsa Dimusnahkan di Bener Meriah
Redelong| lintasgayo.com – Bupati Bener Meriah, Tgk.H. Sarkawi didampingi Kadis...
- Posted December 11, 2019
- 0
-
Bupati Bener Meriah Kembali Lantik 25 Reje Kampung
Redelong| lintasgayo.com – Bupati Bener Meriah kembali melantik sejumlah Reje...
- Posted December 11, 2019
- 0
-
Relawan RAPI Meninggal Saat Jambore Nasional, Kepala BNPB Kirim Karangan Bunga
Banda Aceh| lintasgayo.com – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Letjen....
- Posted December 11, 2019
- 0
-
Relawan Gugur dalam Tugas, Keluarga Besar RAPI Daerah Aceh Berduka
Banda Aceh| lintasgayo.com – Ketua Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI)...
- Posted December 11, 2019
- 0
-
Ketua DPRK : Kadis Jangan Jadi Pengekor Bupati
Takengen Lintasgayo.com – Para kepala dinas di Kabupaten Aceh Tengah...
- Posted December 11, 2019
- 0
-
Desy Anggota Dewan Bersuara “emas” Duet dengan Cakra Khan
Lencana di dada “Srikandi” Gayo ini menandakan dia manusia pilihan. ...
- Posted December 11, 2019
- 0
-
Ketua DPRK : Kadis Jangan Jadi Pengekor Bupati
Takengen Lintasgayo.com – Para kepala dinas di Kabupaten Aceh Tengah...
- Wednesday, 11 December 2019
- 0
-
Arwin Mega Jabat Korwil PDIP Wilayah II
Takengen |Lintasgayo.com– Arwin Mega bukan hanya dipercayakan PDIP untuk memimpin...
- Wednesday, 20 November 2019
- 0
-
Selangkah Lagi, Aceh akan dimekarkan?
Mungkinkah Aceh akan dimekarkan? Presiden Jokowi sudah memberi “angin surge”...
- Tuesday, 12 November 2019
- 0
-
DPRK Aceh Tengah Sahkan AKD dan Tatib
Takengon Lintasgayo.com – Alat Kelengkapan Dewan (AKD)dan fraksi DPRK Aceh...
- Thursday, 7 November 2019
- 0
-
Rakyat Gayo Lut Menaruh Harapan Pada Arwin Mega
Tuhan sudah menakdirkan perjalanan hidup manusia. Bila yang maha...
- Saturday, 2 November 2019
- 0
-
Arwin Mega dilantik Jadi Ketua DPRK
Takengen | Lintasgayo.com– Arwin Mega dari PDIP resmi menjadi ketua...
- Saturday, 2 November 2019
- 0
-
AKD DPRK BM BelumTerbentuk, Muhammaddin: Dewan Jangan Malas
Redelong| lintasgayo.com – Pasca pelantikan Anggota DPRK Bener Meriah periode...
- Thursday, 24 October 2019
- 0