by

Perahu Berpacu, Kipasan Menuai Rupiah

Takengen | Lintas Gayo – Penonton bersorak riuh saat menyaksikan  lomba dayung perahu di Danau Lut Tawar, Aceh Tengah. Namun disisi lain, ada seorang ayah yang disibukkan dengan kipas terbuat dari potongan karton. Tangannya terlihat lincah, sesekali debu berterbangan dari kipasan lelaki yang berumur 25 tahun ini.
 
Sardi merupakan penduduk Rawe, Kecamatan Bintang, Kabupaten Aceh Tengah, memanfaatkan keriuhan penonton yang menyaksikan event lomba perahu tradisional di Danau Lut Tawar, minggu (22/11). Dengan alat pemanggang yang sederhana, ayah satu anak ini, berteman api dan asap mengais rejeki.
 
Tanpa canggung dia mengupas jagung. Satu persatu jagung mentah itu diletakkan di pemanggang yang sederhana, sementara orang-orang disekitarnya berdiri antri menunggu hasil kipasan Sardi. Belum sempat dingin, terlihat jagung matang tersebut ludes diambil pembeli
 
“Jagung-jagung ini saya beli dari pasar di Kota Takengon, tadinya 100 tongkol, tapi karena cepat habis saya tambah 50 tongkol lagi,” ungkapnya. Jarak lokasi antara dia membakar jagung dengan sumber jagung yang dibelinya sekitar 14 kilometer.
 
Lelaki ini lantas mau bercerita tentang modal dan keuntunganya saat diselenggarakan event adu perahu di wilayah tempat tinggalnya. Modal membeli jagung pertongkol sebesar  Rp. 1.800, setelah dikipas Sardi nilai jualnya menjadi Rp 5 ribu.
 
Diantara sapuan asap dan peluh keringatnya, pertongkol jagung Sardi mendapat margin keuntungan sebesar Rp 3.200 atau Rp 480 ribu dari total jagung yang berhasil dijual hari itu. Angka yang cukup besar untuk pekerjaan sehari di kampung tersebut. 
 
Namun, tetap saja Sardi merendah dan menolak  ketika dikatakan banyak meraih laba dari menjual jagung bakar.  Karena, dia harus mengeluarkan biaya untuk arang, bumbu, dan biaya tansportasi untuk mengangkut jagung.
 
Sardi melanjutkan ceritanya, pria yang mempersunting gadis rawe ini, baru dikarunia bayi laki-laki yang berusia dua bulan setengah. Dia bukan asli warga Rawe, tapi warga kecamatan Kebayakan yang mencoba peruntungan hidup di desa pinggiran danau itu.
 
“Saya aslinya bukan penjual jagung bakar, tapi penjual sayur, dulu waktu kecil pernah jualan jagung di depan rumah sakit umum,” ungkap Sardi ketika ditanya pekerjaan sehari-harinya.
 
Terus berkisah, Sardi menuturkan transaksi jual beli sayur yang dilakukannya terkesan tidak lazim ataupun jarang terjadi, pasalnya Sardi ini penjual sayur antar kecamatan.
 
Biasanya petani atau penjual membawa sayur dari kampung ke kota, atau dari kampung ke pusat kecamatan. Sardi malah membawa sayur dari kampung Rawe Kecamatan Lut Tawar  bahkan sampai ke Kecamatan Jagong Jeget .
 
“Namanya aja Jagong, tapi kalau saya jual jagung disana masih laku, karena jarang ada yang tanam,” katanya, mengulas kisahnya yang menjual jagung di kecamatan dengan nama yang sama dengan barang yang dia jual.
 
Biasanya, Sardi membawa sayur seperti jagung, kacang merah dan kacang panjang ke Kecamatan Jagong, dan kembali membawa tomat, kol dan kentang dari Jagong untuk dijual ke Kota Takengon. Aktivitas jualan sayur antar kecamatan ini dilakoninya seminggu tiga kali.
 
Sardi si penjual sayur menjadi potret warga yang gigih, dan mampu memanfaatkan peluang. Saat pengayuh perahu mengandalkan kekuatan fisik, keahlian mengatur ritme air untuk lajunya sampai, diantara nafas yang terengah-engah, justru Sardi mengais rejeki di sana.
 
Dayung perahu menjadi olah raga tradisional bagi masyarakat di sekeliling danau Lut Tawar, menyedot perhatian warga, tidak hanya lokal tapi juga dari luar daerah.  Pemerintah daerah setempat mengagendakannya menjadi event tahunan.
 
Tentunya ada yang mengais rejeki diantara gemercik air saat perahu berpacu menuju garis finis. Sardi sudah membuktikannya, dengan kipas sederhana diantara sela asap dan api, dia mengumpulkan rupiah. (*)

Comments

comments