by

Gaji Sedikit, Kenapa Mau Jadi Guru Honor ?

Oleh : Istarani*

????????????????????????

ANEH BIN AJAIB ! Itulah kata-kata yang pas kita sematkan untuk menjawab pertanyaan gaji sedikit, kenapa mau jadi guru honor ?

Gaji Sedikit

Berdasarkan penelusuran Penulis di berbagai sekolah, maka diketahuilah bahwa adanya guru honor yang memiliki gaji berkisar antara Rp. 250.000,00 (Dua ratus lima puluh ribu rupiah) sampai dengan Rp. 500.000,00 (Lima ratus ribu rupiah). Padahal kalau kita bandingkan dengan kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh guru yang bersangkutan sangat-sangat jauh dari kecukupan, tetapi kenapa ia mau ya ?, itulah yang harus dijawab.

 

Malah, ada juga guru honor yang tidak digaji sama sekali, tetapi ia mau juga jadi guru honor. Guru honor seperti ini, ternyata lebih ajaib lagi ? kenapa ya. Akal sehat kita sulit untuk menjawabnya. Padahal kalau kita cermati, berapa banyak ia telah menghabiskan uang selama kuliah dan memperoleh gelar sarjana. Sementara setelah jadi guru honor, untuk ongkospun dia tidak peroleh, lebih-lebih biaya perbaikan sepatu yang jadi rusak, baju yang jadi koyak dan lainnya sebagainya.

Coba bayangkan, gaji di atas, setara dengan 10 kg kopi kering kalau di Takengon. Harga kopi kering 1 kg = Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah), jadi 10 kg x Rp.50.000,- = Rp.500.000,-. Dan setara dengan 25 kg Cabe. Dimana 1 kg Cabe = 20.000,- jadi, 25 kg x Rp.20.000,- = Rp.500.000,-. Jadi, kalau kita pikir-pikir, kan lebih baik ia menanam kopi atau cabe daripada jadi guru honor ?

 

Motif Guru Honor, Walau tanpa digaji.

Ada 4 motif mau menjadi guru honor walaupun gaji sedikit, malah ada yang tidak digaji. Motif yang disebutkan ini, mudah-mudahan dijauhkan Allah SWT dari diri kita selaku pendidik yang berbudiman dan berbudi pekerti.

 

  1. Nantinya bisa diangkat jadi PNS (Pegawai Negeri Sipil)

Harapan semua orang ketika mau kuliah adalah agar kelak nantinya setelah tamat kuliah dan memperoleh gelah sarjana akan dapat menjadi PNS. Jadi, sebelum kuliahpun tujuannya agar bisa jadi PNS, apalagi setelah tamat kuliah, semakin terang benderang.

 

Oleh karena itu, motif  pertama dan utama setelah kita cermati bahwa pada umumnya guru honor mau menjadi guru honor walaupun gajinya sedikit, malah ada yang tidak bergaji adalah karena nantinya bisa diangkat jadi PNS. Itulah harapan utamanya. Untuk itu, tetap ia pertahankan walaupun susah, tidak nyaman, tidak enak dan tidak pas dihati.

 

Setiap hari didalam dirinya, selalu bertanya kapan saya diangkat jadi PNS. Saya sudah honor sekian hari, sekian bulan, sekian tahun. pertanyaan itu tetap menjelma di dalam pemikirannya. Pikirannya mengisyaratkan enaknya kalau sudah jadi guru PNS, tidak honor lagi, Gaji setiap bulan diterima, bisa beli ini dan beli itu. Padahal belum tentu ia memiliki kinerja tinggi setelah jadi PNS nantinya. Malahan, ada beberapa kasus diketahui bahwa pada saat ia jadi guru honor, ia mengajar bagus, rajin, disiplin, bertanggung jawab dan penuh motivasi, tetapi setelah ia diangkat jadi guru PNS, lalu berkata saya sudah capek, bosan dan menyebelkan, sehingga yang dulunya rajin-sudah kurang rajin, yang dulunya disiplin-sudah kurang disiplin, yang dulunya bertanggung jawab-kurang bertanggung jawab, dan seterusnya.

 

  1. Nantinya bisa masuk data debase K1 atau K2

 

Data debase K1 dan K2 adalah simbul dari seorang guru honor yang terdapat dalam administrasi pemerintah. Guru honor diakui sebagai guru honor dilembaga atau sekolah yang tempat ia honor.

Data debase K1 dan K2 sebagai salah satu jenjang bahwa guru honor akan mendekati pengangkatan pada calon PNS. Sehingga ketika dilakukan penseleksian CPNS (calon pegawai negeri sipil) dari kategori K2 terjadi kegaduhan-kegaduhan di berbagai kota yang ada di Indonesia. Karena banyak persoalan yang ada di sana, seperti; data K2 guru honor ada tidak jelas, rekayasa guru honor syarat kepentingan. Ngajar tidak pernah, tetapi sudah keluarga data k2-nya, dan lain sebagainya.

 

  1. Bisa disertifikasi

 

Harapan bisa dapat disertifikasi adalah salah satu pengikat kenapa guru honor, mau jadi guru honor tanpa digaji. Mendapatkan sertifikasi merupakan impian dari semua guru, bukan hanya guru honor.

Pada umumnya masalah sertifikasi ini menjadi isu utama yang selalu dibahas oleh guru dan guru honor. Kapan saya disertifikasi, kapan cair uang sertifikasi, bagaimana cara memperoleh sertifikasi. Pertanyaan ini terus-menerus dibahas oleh guru di ruangan guru, atau setiap ketemu antar guru dengan guru, atau dengan orang yang terlibat dalam dunia pendidikan.

Satu kegundahan dan ketidaknyamanan guru saat ini adalah ketika ada isu yang menyatakan bahwa sertifikasi akan dihilangkan. Bagaimana rasanya, pusing, pening gak karuan, itulah kondisi guru ketika mendengar isu tersebut.

 

  1. Malu, tamat kuliah tapi tidak ada pekerjaan

 

Tidak kita pungkiri, adanya ditemukan sarjana-sarjana yang kurang berkualitas. Ia tidak mampu apa-apa. Ia punya ijazah Sarjana tetapi untuk mengerjakan apa yang ia pelajari saat kuliah tidak ia miliki. Sehingga, untuk bersaing mendapatkan pekerjaan tidak punya nyali. Oleh karena itu, dari pada tidak ada pekerjaan, malu dilihat orang lebih-lebih sama orang tua dan keluarga yang telah banyak mengeluarkan biaya selama kuliah, maka jadilah walaupun jadi guru honor yang sedikit gajinya, atau tidak ada gajipun tidak apa-apa.

 

Jadi, menjadi guru honor seperti ini, lebih pada malu kalau tidak ada pekerjaan. Menjadi guru honor sebagai pelarian dari pada rasa malu. Anah kan? Tapi itulah realitanya.

 

  1. Supaya ada status

 

Bagi guru honor tanpa gaji, baginya adalah yang penting namanya tercantum di sekolah sebagai guru. Itulah harapannya, yang penting ada status yaitu guru.

Pesoalan mengajar datang atau tidak, bisa atau tidak, disiplin atau tidak, disukai siswa atau tidak dan lain sebagainya. Itu masalah lain, yang penting bagiku adalah namapun tercatat sebagai guru. Dan kalau ditanya orang, apa pekerjaanmu ? pekerjaanku adalah guru.

 

Dampak Terhadap Kualitas pendidikan

 

Berdasarkan ulasan di atas, maka dampak yang ditimbulkannya, adalah :

  1. Terjadinya pembodohan secara sistematis

Sudah tahu bahwa ada guru honor yang tidak punya kompetensi untuk melakukan proses belajar mengajar, kanapa diizinkan ? atau siapa yang mengizinkan ? atau bisa saja yang mengizinkan itu juga tak berkualitas ? sulit dan rumit menjawabnya. Seperti kata orang bak lingkaran setan. Jadi, apakah itu semua pekerjaan setan ? Jawabannya, mungkin ya – mungkin tidak.

 

Jadi, kalau anak didik dididik oleh orang yang tidak berkompetensi, apakah hasilnya ? bukankah anak jadi bodoh, atau malah tambah bodoh.

 

  1. Pembelajaran yang tidak mengajar

Dewasa ini, pembelajaran sudah berbasis teknologi dengan menggunaan Infokus, VCD, Lettop, TV-Multimedia dan lain-lainnya. Artinya proses pembelajaran sudah modern dalam rangka menyikapi perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan. Tapi, nyatanya kebanyakan guru masih pola lama, yakni menerangkan sedikit, catat, kasih tugas latihan, selesai. Atau suruh meringkas, terangkan sedikit, kasih tugas lagi, selesai. Jadi, tidak ada mencerminkan kemajuan proses belajar mengajar.

Edialnya, guru harus pandai computer sebagai indikasi bahwa guru tidak ketinggalan zaman, nyatanya apa ? lebih pinter siswa dari gurunya ? akibatnya guru kehilangan wibawa di mata siswa, dan siswa member lebel gurunya gatek (gagal teknologi). Malu tidak ? ya gak lah, karena muka ku kan muka tembok ! hehehe…

 

  1. Pendidik yang tak mendidik

 

Anak disuruh rajin membaca di sekolah, di rumah dan di mana saja, sementara gurunya tidak pernah beli buku, tidak pernah membaca di rumah. Yang jadi pajangan di rumahnya adalah keramik, baju cantik, jelbab, mebel dan perhiasan lainnya, bukan buku. Apakah itu pendidik yang mendidik ?

 

Anak disuruh jangan merokok, sementara guru merokok di depan kelas. Guru memperlihatkan gaya merokok di depan siswa. Apakah itu pendidik yang mendidik ?

Anak disuruh disiplin, sementara guru kurang disiplin. Apakah itu pendidik yang mendidik ?

 

Jadi, sebenarnya masih banyak perilaku pendidik yang mencerminkan bahwa dirinya bukan mendidik. Oleh karena itulah, maka pendidikan karakter yang didengungkan kurang berhasil.

 

  1. Kualitas yang tak berkualitas

 

Memberikan nilai pada siswa dengan angka 7, 8, 9 apabila perlu 10. Apa artinya itu ? apakah angka itu mencerminkan nilai atau kualitas siswa yang hakikitnya ? jawab sendiri wahai guruku.

 

Ujian Nasional (UN) lulus 100%, benarkah itu ? siapa yang ujian pada saat itu ? atau siapa yang memberikan kunci jawaban pada saat itu ? atau apakah lulus 100% hasil belajar yang sebenarnya ? jawab sendiri wahai pemerintahku.

 

  1. Manusia yang tak berkemanusiaan.

 

Sudah tahu dirinya, tidak punya kemampuan untuk menjadi guru, tetapi juga dipaksakan jadi guru honor walaupun tanpa  gaji. Yang penting nantinya bisa diangkat jadi PNS. Sikap itulah yang disebut dengan manusia yang tak berkemanusiaan dalam dunia pendidikan.

 

 

Penyimpangan Hakikat Guru dan solusinya

 

Tujuan menjadi guru honor agar nantinya bisa diangkat jadi PNS (Pegawai Negeri Sipil), bisa masuk data debase K1 atau K2, bisa dapat disertifikasi, malu, tamat kuliah tapi tidak ada pekerjaan, supaya ada status, hal itu semua adalah bentuk penyimpangan dari hakikat menjadi guru.

 

Hakikat ketika seseorang menjadi guru adalah untuk beribadah kepada Allah SWT dan meningkatkan kualitas anak didik, supaya ia dapat hidup mandiri, berakhlak mulia, berbakti pada orang tua, agama, nusa dan bangsa. Jadi, tujuannya lebih pada pengabdian diri pada Allah SWT dan peningkatan kemajuan anak didik. Bukan untuk kepentingan diri sendiri, dapat ini – dapat itu. Apakah hal itu salah, jawabannya tidak. Tetapi hal itu, sangat-sangat jauh dari mencari keridhoan Allah SWT.

 

Jadi, kalau mau jadi guru, harus benar-benar mencari keridhoaan Allah SWT. Untuk

Sebagai landasan utama ketika hendak jadi guru. Jadi, aku jadi guru dengan nama Allah yang maka pengasih lagi maha peyanyang. Bismillah artinya aku mulai kerjaku dengan menyebut nama Allah, atau aku mulai melakukan sesuatu dengan menyebut nama Allah (Bismillah). Kedua makna di atas menunjukkan bahwa Bismillah adalah kalimat penting untuk mengawali aktivitas. Bismillah dengan demikian bermakna menyertakan nilai karena Allah (ba : lilahi ta`ala) dalam setiap kegiatan. Dengan menyebut nama-Nya di awal, maka pekerjaan tersebut akan berbobot dan bernilai ibadah. Tanpa kata ini kerja kita akan kehilangan makna.[1]

 

Pada bagian lain dikatakan bahwa ”bismillah dengan makna di atas tak ubahnya seperti gelombang frekwensi. Jika kita memulai pekerjaan dengan kata Bismillah, berarti kita telah berada digelombang 99 FQ. 99 adalah angka yang merujuk kepada nama-nama Allah, sedangkan FQ adalah singkatan Frekwensi Qalbu”.[2] Dengan demikian memulai pekerjaan dengan gelombang 99 FQ berarti memadukan jiwa raga atau qalbu dengan berpedoman pada nama-nama Allah.

 

Visi membaca bismillah (99 FQ) adalah memandu kerja kita dengan suara hati. Di saat menyetel hati digelombang ini kita akan mendapatkan keunggulan-keunggulan sebagai berikut :

 

  1. Kita telah memulai kerja dengan langkah awal yang benar. Langkah awal yang benar akan mengawali sukses berikutnya.
  2. Suara hati digelombang ini tertangkap dengan jernih, kita tidak perlu meraba-raba apa yang dikatakan suara hati kepada kita.
  3. Jika kita berniat melakukan penyimpangan dalam kerja, gelombang ini punya fasilitas yang mampu mengingatkan kita untuk tidak melakukannya. Fasilitas itu berbentuk sinyal yang dikirim di hati, sehingga kita ragu-ragu melakukannya, muncul suasana tidak enak di hati, dan kita malu jika pekerjaan itu dilihat oleh orang lain. Sinyal itu disebut dengan nurani.
  4. 99 FQ menyediakan sarana canggih  yang di simpan di dalam hati dan bekerja secara otomatis. Sarana ini berfungsi melakukan transformasi berita yang kita terima agar berperoses menjadi iradah dan niat untuk hanya melakukan yang baik-baik saja.[3]

 

Solusi

Untuk mengatasi dilema di atas, maka solusi yang ditawarkan adalah :

 

  1. Perbaiki niat. Kalau mau jadi guru, maka bismillah-lah yang menjadi landasannya.
  2. Tidak ada lagi guru honor, yang ada adalah guru kontrak. Ia dikontrak selama beberapa jangka waktu, 2 atau 3 atau 4 tahun. Yang kalau ia tidak mampu, maka dihentikan kontraknya, ganti dengan guru yang mampu yang lebih berkompetensi.
  3. Tidak ada lagi guru PNS, yang ada hanyalah guru kontrak sebagaimana di atas. Karena, kalau sudah jadi PNS, bekerja jadi malas. Ngajinya digadaikan ke Bank, alhasil ia ngajar mencari biaya kehidupan lagi padahal gajinya udah ada.

[1]Harjani Hefni, The 7 Islamic Daily Habits (Hidup Islami & Modern Berbasis Al-Fatihah, Jakarta, Ikadi, 2008. Hlm.3

[2]Ibid, hlm.3-4

[3]Ibid, hlm.5

 

*Konsultan Pendidikan, Suku Gayo Tinggal di Medan

 

Comments

comments